Jagongan Media Rakyat : Sebuah Inspirasi
Yogyakarta, kota penuh keramah tamahan, kota
dengan beragam kesenian dan budaya yang tetap lestari sejak zaman nenek moyang
hingga kini, kota pelajar karena menjadi jujugan banyak orang yang
berbondong-bondong ingin menimba ilmu, dan kota penuh kenangan yang berhasil membuat saya
jatuh hati dalam waktu 2 hari saja.
Bersama Kak Prita dan suami tercinta,
yaitu Kang Nana serta
seorang teman relawan lagi, saya kebetulan terpilih mewakili Rumah Baca HOS Tjokroaminoto Bekasi dalam agenda Jagongan
Media Rakyat (JMR) 2016
kali ini. Entah, apa kriteria yang membuat Kak Prita sebagai Direktur rumah
baca memilih saya, haha, mungkin karena saya masih polos, cantik, dan ah,
lupakan :) Atau justru untuk pelecut biar saya lebih banyak belajar lagi,
karena tentu saja saya setuju dengan kata orang-orang bijak, bahwa tak ada yang
kebetulan di dunia ini.
JMR 2016
ini merupakan acara dua tahunan yang digagas oleh Combine
Research Institution yang diadakan selama empat hari, mulai Kamis,
21 April hingga Minggu,
24 April 2016 lalu di Jogja National Museum atau biasa disingkat JNM ini. Letaknya tak
jauh dari pusat kota Yogyakarta sendiri. Yang saya ingat, ada SMA Negeri
Teladan disana, dan tak seberapa jauh dari Stasiun Tugu, tempat kami turun, sekitar
15 menit menggunakan taksi.
Tentang
JMR
“JMR, Kak ?’’ tanyaku pada Kak Prita
saat mengetahui ada pesan ajakan darinya melalui whatsapp.
Hanya sekilas penjelasannya, itu juga yang akhirnya
membuat rasa penasaran
saya nggak bisa untuk dicuekin lebih lanjut, so mulailah
saya mencari tahu.
Mbah Google berkata, “Jagongan
Media Rakyat atau disingkat JMR adalah ruang pertemuan berbagai pihak untuk
membahas isu-isu kemasyarakatan dengan informasi sebagai mediumnya atau untuk
mempertemukan kelompok-kelompok masyarakat yang secara umum memperjuangkan
kepentingan komunitas. Jadi sederhananya, JMR seperti wadah untuk
saling berkumpul dengan mempertemukan berbagai kelompok masyarakat, kemudian
berbagi bersama-sama, sehingga dapat bergerak bersama pula.”
Khusus tahun ini, JMR mengangkat tema
tentang “menganyam inisiatif” yang dibagi menjadi tiga
kategori yaitu Inovasi, Literasi, dan Advokasi.
Agenda kegiatan selama empat hari cukup padat, diantaranya
ada rembug prakarsa, sebuah forum diskusi dengan beberapa pembicara, pasar
buku, panggung rakyat yang menampilkan sejumlah musisi, pasar komunitas yang
menghadirkan berbagai produk dari komunitas, dan bioskop JMR. Wah, dalam hati saya bersorak, seru
sepertinya euy! Jadi nggak sabar!
Yogyakarta, Kami
Dataaaang !
Oke, keputusan dan rencana sudah bulat dan nyaris
sempurna. Kami berangkat terpisah - karena Kak Prita dan Kang Nana berangkat lebih
awal pada Kamis - sedangkan saya harus
sedikit menggunakan rayuan oleh-oleh dan jurus lain untuk bisa mengantongi izin libur 2 hari kerja, berangkat bersama Kak Okta dan Aun. Keduanya juga relawan sama seperti
saya. Bedanya, Aun adalah relawan plus, yang merangkap sebagai putra Om
Agustian, founder komunitas Sekolah Raya yang saya ikuti, termasuk rumah
baca di dalamnya. Yup, kereta api jadi
transportasi perjalanan kami, dan bahkan dengan setianya si kereta menunggui kami di stasiun Senen,
haha... Duh, senangnyaaaaaa (ssttt, jangan bilang-bilang dan dirame-ramein ya, ini pertama kalinya saya naik kereta ke luar kota loh, haha)
Tiba di
Lokasi
Pukul 3 sore, kami (saya, Kak Okta, dan
Aun) tiba di Stasiun Tugu, Kang Nana sudah menunggu di stasiun untuk menjemput.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di Jogja National Museum, para
panitia sudah menyulap
gedung museum yang memang diperuntukkan untuk hajatan event tertentu ini dengan dekorasi
super kreatif yang sedemikian rupa, “Ini keren,
kreatif! Pantes dibilang kota seni,’’ batin saya dalam hati sambil berharap suatu saat di kota saya,
Bekasi bisa menghelat event kreatif seperti ini.
Banyak booth dari berbagai komunitas yang sudah mejeng berderet dengan segala konsep
dan produk-produk yang semakin terlihat ciamik. “Harus melanglang buana ini
buat lihat-lihat, harus!’’ batin kedua dalam hati.
![]() |
Pasar Komunitas, Pasar Buku, dan Booth |
Booth Rumba HOS Tjokroaminoto
Kami juga tak ketinggalan, dong! Kali ini rumba spesial menghadirkan buku-buku gratis untuk baca di tempat, mirip seperti
Rumba on de street beberapa pekan lalu saat Car Free Day di Harapan Indah, bedanya kali ini edisi traveler karena
bukunya diletakkan berserakan begitu saja menyembul dari dalam koper ungu yang
dibawa Kak Prita.
![]() |
Booth Rumah Baca Hos Tjokroaminoto |
![]() |
Saya, Ka okta, dan beberapa pengunjung |
![]() |
Buku bacaan gratis |
Ada juga beberapa lukisan karya canggah, putra cicit HOS Tjokroaminoto yang
masih berusia 7 tahun.
Dala namanya. Dala ini sangat berbakat. Lukisannya hidup dan sangat berkelas
untuk ukuran anak kelas 1 SD. Favorit saya adalah lukisan ikan nemo yang tampak
nyata seperti dihadirkan dalam akuarium transparan.
![]() |
Lukisan karya Dala |
Selain itu,
kami juga membawa karya handmade dari sekolah yang tergabung dalam
jaringan Sekolah Raya, yaitu SMP Terbuka Ilalang. Karya ini juga yang telah membawa
SMP asuhan Bu Irna menjadi Juara 1 dalam Lomba Kreativitas SMP terbuka
tingkat nasional tahun lalu. Bahannya simple dan malah bisa mengatasi
permasalahan lingkungan seperti koran yang tak lagi terbaca. Daripada hanya
dikilokan, kenapa tak dijadikan barang cantik seperti bros, frame, atau
sebagai ornamen cantik yang membalut kaca, vas bunga, tempat tissue, hingga
toples bekas kaleng susu.
Waah, saya
berdecak kagum dibuatnya. Caranya juga mudah, tinggal membuat gulungan dari
potongan koran bekas kemudian direkatkan pada media yang diinginkan dengan
lem tembak, lalu dicat besi, dan finishing menggunakan vernis untuk membuat koran tahan air dan
kokoh. Harganya beragam, mulai Rp. 10 ribu hingga Rp 80 ribuan saja. Banyak
juga pengunjung yang terheran-heran dan mengapresiasi karya ini. Alhamdulillah, beberapa juga membeli
untuk menambah koleksinya dan menjadi inspirasi untuk do it yourself. Senangnya...
![]() |
Handmade karya anak-anak SMP Ilalang (untuk order) |
Diskusi
Literasi
Ini dia diskusi yang saya tunggu... Kami menjadi
salah satu narasumber pada diskusi ini, diwakili oleh Kak Prita
selaku Direktur rumba.
Kak Prita tak sendiri, ada pula narasumber lain seperti Mas
Triyanto dari Teras Baca Guyub Rukun (Bantul) , Mas
Iwan Kapit dari Gelaran Jambu (Kediri) di sesi pertama. Kemudian di sesi
kedua, dilanjutkan oleh narasumber dari Rumah Baca
Komunitas (Bantul) yang
juga menjadi penanggung jawab diskusi ini, ada Mas Ahmad
Sarkawi, serta Urban Literacy Campaign yang menampilkan Mas David Efendi. Diskusi ini berjalan sangat antusias dan membakar semangat saya. Temanya,
‘’Gerakan Literasi dan Aktivisme Sosial’’.
Saya sangat salut dengan beberapa komunitas
tersebut seperti Teras Baca Guyub (Bantul) yang baru berdiri pada pertengahan
Mei tapi memiliki aktivitas yang kece dan berkesan seperti
pembuatan pupuk organik, pengumpulan barang bekas dari warga setempat untuk
bank sampah, peduli bocah dan parenting untuk anak usia dini,
pemberdayaan masyarakat melalui kebun gizi, dan masih banyak lagi. Hebatnya, semua dilakukan swadaya
oleh Mas Triyanto dan pemuda setempat. Dulunya ternyata rumah Mas Tri ini
memang tempat berkumpul remaja sana, dan kemudian daripada nol aktivitas,
lulusan Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga itu pun berinisiatif mendirikan
Teras Baca. Wah, andai semua pemuda di kampung punya inisiatif sama, ya...
Kemudian Rumah Baca Komunitas (RBK) yang booth nya berhasil bikin kami semua jatuh cinta dan nggak
berhenti untuk memotret dari segala sudut (bilang aja
narsis! Haha..), menurut saya, mereka memiliki solidaritas yang tinggi. Ini terbukti dari kegiatan
diskusi yang cukup
kerap untuk hitungan frekuensi, 2 kali dalam seminggu! Hampir semua relawannya rata-rata mahasiswa,
kritis semua lagi. Keren, kami pun di Bekasi belum mampu untuk frekuensi
diskusi berbobot seperti itu. Semoga sepulang dari sini ya...
![]() |
Dari sebelah kiri : Kak Prita, Ka Okta, dan Saya |
![]() |
Booth Rumah Baca Komunitas |
Gelaran
Jambu Kediri juga tak kalah hebat. Meski di pelosok desa, mereka punya program
andalan ndarus sastra, dan aktif juga menerbitkan buku-buku secara indie.
Lagi-lagi, wow!
Rumah baca
kami pun tentu tak mau kalah. Kami yang merupakan cluster tersendiri
dari sebuah jaringan pendidikan bernama Sekolah Raya juga aktif mengisi klab
anak yang mengintegrasikan kurikulum life skill, seperti literasi dan
kreasi, tumbuh bersama, Kamera Lubang Jarum, dan fertigasi. Khusus yang
terakhir, masih dalam progress. Karena letaknya yang sekompleks dengan
jaringan Sekolah Raya terdekat yaitu Sekolah Alam Anak Sholeh, jadilah kami
mitra rumah baca untuk adik-adik disana. Selain juga mensupport kegiatan
literasi SMP Terbuka Ilalang dan SMP Terbuka Samudra Jaya yang letaknya masih
se-kecamatan dengan kami.
Di sesi
kedua, Mas Ahmad Sarkawi dan Mas David Efendi lebih membahas bagaimana literasi
bisa menyentuh persoalan-persoalan sosial lainnya dan menjadi alat untuk
mengkampanyekan gagasan. Literasi kritis, adalah sebutan untuk sikap seperti ini.
Mereka mencontohkan tentang pembangunan di Jogja yang kian lama kian membuat
jati diri Jogja terhimpit. Dari sini mereka membuat satu gerakan di media
sosial dengan frase #membunuhjogja. Literasi kritis perlu untuk menjadi alat
kontrol perubahan sosial masa kini.
![]() |
Para Narasumber Kece |
Akhirnya
Semangat perkumpulan seperti ini memang perlu
diadopsi. Saya benar-benar menginginkan suatu hari nanti
masyarakat di Kota Bekasi bisa membuat acara seperti ini, terutama bagi remajanya. Kenapa remaja? Menurut kacamata saya, mereka masih lebih menganggap nongkrong tanpa kegiatan berarti itu seksi.
Bahkan minim diskusi, selain ngerumpi. Dan yang lebih menyedihkan lagi
adalah nongkrong bareng tapi sibuk dengan gadgetnya
masing-masing untuk ber-update ria
(ini opini ya, cung aja yang setuju, hehe...)
Semoga secuil pengalaman di Jagongan Media Rakyat 2016 ini, bisa memperkaya wawasan dan membuat
kami terinspirasi seumur hidup. Juga memperbaiki apa yang perlu ditingkatkan, dan mempertahankan komitmen bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia
yang bermanfaat untuk orang lain.
Salam Relawan
Editor : Prita Hw
Kategori:
Traveling
2 komentar
Sharingnya bermanfaat. Tulisannya bagus nih enak dibaca..
BalasHapusterima kasih kang ferry , sering -sering berkunjung ya hhehe *sedikitmaksa*
Hapus